Pada zaman dahulu, ada seorang janda yang sakti, ia
bernama Nyai Banteng Wareng. Ia tinggal di sebuah tepi sungai dekat Laut Jawa
bersama satu orang anak laki-lakinya. Awalnya tanah di derah tersebut tidak
dapat ditanami karena air nya mengandung garam, namun berkat kesaktiannya,
tanah di sana menjadi subur dan hasil kebun Nyai Banteng selalu melimpah. Nyai
Banteng sangat bahagia hidup bersama anak laki-lakinya. Sesekali, mereka main
di pantai, bahkan lama kelamaan hampir setiap hari anak laki-lakinya berenang
di pantai hingga matahari terbenam.
Suatu hari, anak laki-lakinya bercerita kepada Nyai
Banteng, bahwa akhir-akhir ini ia diajak pergi oleh seorang kakek-kakek
berjenggot putih panjang, Nyai Banteng pun khawatir akan keselamatan anaknya.
Lalu suatu ketika ia pun bertapa hingga 7 hari, saat hari ke tujuh pun ia
mendapatkan jawaban, terdengar suara seseorang yang mengatakan bahwa di sudut
kiri gubuk nya terdapat jangkar bertali yang harus dipakaikan pada anak
laki-lakinya ketika mandi di laut.
Nyai Ronggeng pun segera mengatakan pada anaknya
bahwa bila ia besok mandi di laut harus menggunakan jangkar ini di bajunya agar
terhindar dari marabahaya, namun anak nya justru enggan memakai jangkar itu dan
mengabaikan nasehat Nyai Banteng, keesokan harinya anak laki-laki Nyai Banteng
pergi mandi di laut tanpa memakai jangka itu. Saat sedang berenang di laut,
tiba-tiba badai datang, angin bertiup sangat kencang, ombak pun menjulang
tinggi, anak laki-laki Nyai Banteng pun langsung tergulung ombak, sambil
berteriak minta maaf kepada Ibunya karena tidak menghiraukan nasehat Nyai
Banteng. Nyai Banteng telat datang untuk menyelamatkan anaknya, ia pun hanya
bisa menangis meratapi kepergian anaknya.
Lambat laun Nyai Banteng Wareng pun sakit-sakitan
karen ia terlalu memendam kesedihan atas kepergian anaknya tersebut, akhirnya
Nyai Banteng Wareng pun meninggal di gubug nya yang sederhana di tepi sungai
dekat Laut Jawa. Konon tempat itulah yang sekarang dinamai dengan Kalibanteng,
terletak di wilayah Semarang Barat, tepatnya saat ini sudah menjadi lapangan
bandar udara Ahmad Yani.
Paragraf ke 3 direvisi kak
BalasHapusDisitu tertulis Nyai Ronggeng yang seharusnya di tulis Nyai Banteng
Kisah inspiratif.... perlu dikaitkan dengan kisah sejarah yang lain...masuk akal... Dulu wilayah Kalibanteng mungkin pantai...Moh Zamil Demak
BalasHapusThank bro
BalasHapus